Induknya Mati Ditangan Penghobi

Posisi tidur yang nyaman, selain tidur juga merasakan.

Tetiba emosi saya seperti disayat-sayat sembilu. Saya teringat anak saya yang kalau tidur di pangkuan suka memeluk badan saya dan memegang baju saya dengan erat. Konon salah satu yang membuat anak nyaman yakni mendengarkan detak jantung orang tuanya dan kembang kempis nafas.

Seekor anak kalong masih menyusu dan memeluk induknya yang telah mati tertembak.

Lain ceritanya dengan anak kampret ini, dia sedang memeluk induknya, kedua tangan berupa sayap kecil memeluk erat dengan jemari menggengam, dan mulutnya masih menghisap puting susu induknya. Hening, tidak ada detak jantung dan hembusan nafas. Teman saya mencoba melepaskan anak kampret tersebut, genggamanya masih sangat erat dan mulutnya masih menyusu. “Nak ibumu telah mati” kata teman saya. Darah menetes pelan dari lubang hidungnya dan kepalnya ada lubang bekas pelur pemburu.

Dahulu senapan diciptakan untuk berperang. Kemudian produk perang ini dipakai untuk berburu. Berikutnya saat tidak ada perang dan perburuan, senapan menjadi bagian dari hobi yakni menembak. Waktu bergeser, kini berburu menjadi hobi dengan cara menembak.

Bangkai burung raja udang yang mati terperangkap jaring pemburu.

Suatu saat saya menemukan bangkai burung raja udang/king fisher yang baru saja ditembak. Penembak sepertinya puas sekali “head shot” katanya. Dia puas telah mengenai sasarannya dengan tepat. Bangkai burung dibiarkan begitu saya dan dia bilang “hanya hobi”. Hal senada juga terjadi dulu di depan rumah saya, seekor raja udang mati terperangkap jaring jebakan burung. Saya bertanya, kenapa tidak diambil?. “Ini bukan sasaran kami, jadi biarkan saja“.

Kehidupan liar acapkali mencabik-cabik emosi, tetapi itulah keseimbangan alam. Lain kisah jika manusia yang bukan menjadi rantai atau jejaring makanan mereka masuk menjadi pembunuh dengan alasan hobi. Mungkin seekor binatang masih memiliki naluri, dan akan memilah dan memilih siapa pemangsanya. Mereka tahu, mana yang akan mereka makan atau dibiarkan hidup.

Keterbatasan pandangan manusia, pengetahuan, atau mungkin rasa yang tidak sampai disana menganggap apa yang ada di dalam lingkaran teropong dan segaris dengan fisir bisa mereka tarik pelatuknya. Kepuasan mereka adalah saat apa yang mereka lihat, bidik, dan tembak itu kena. Entah terpikir atau tidak soal rasa.

Saya teringat saat Raja Pandu, ayah dari Pandawa ini memahah seekor rusa yang berakibat pada datangnya kutukan. Pelajaran moralnya sederhana, yakni target harus dipilah dan pilih. Apa yang dipanah Raja Pandu adalah rusa yang sedang memadu kasih, akhirnya terbunuh dan tidak bisa menghasilkan keturunan.

Sebuah sangkar burung, dimana induknya ditembak penghobi.

Selepas cerita tadi, saya kembali mencari induk kampret dan anaknya. Mereka sudah tidak ditempat, mata saya melihat beberapa ekor anjing yang sedang tidur pulas.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s