Rumah Bekantan di Teluk Balikpapan

Bekantan besar masih dapat dijumpai di habitat aslinya di teluk Balikpapan.

Hampir setengah hari saya duduk terpaku di bawah Bakau Rhizopora apiculata. Akar-akar napasnya menyamarkan saya dari lingkungan sekitar, tetapi tidak untuk nyamuk bakau. Hari ini saya sedang kurang beruntung, monyet belanda yang saya tak kunjung datang.

Bekantan (Proboscis monkey), monyet endemik Pulau Borneo. Seperti primata-primata lainnya, monyet ini dengan lincah berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Teriakan mereka khas, apalagi bentu hidung yang kelewat mancung dan warna bulu mereka yang blonde. Itulah lamunan saya sehari ini untuk mengabdikan monyet belanda ini.

Sepertinya saya kurang beruntung kata Agus Bei, pengelalo Mangrove center di Balikpapan. “Biasanya, menjelang sore para bekantan ini merangsek masuk ke sini untuk bermalam. Besok ke sini lagi, ini sudah mau maghrib” katanya. Kamera dan lensa yang sudah siap bidik saya preteli dan masukan tas. Sore ini saya keluar dari mangrove dan kembali ke Pusat Kota Selicin Minyak-Balikpapan.

Hari berikutnya saya mengadu keberuntungan lagi untuk menjumpai monyet hidung botol ini. Kali ini saya di temani Unggul, seorang geolog dari museum geologi-Bandung. Kebetulan dia ingin melihat kondisi sungai di Teluk Balikpapan. Sekali mendayung, saya juga punya misi untuk melihat vegetasi mangrove dalam penelitian saya sekaligus mendekati habitat Bekantan.

Sepertinya, hari itu buruk bagi saya. Sesampai di Mangrove Center pintu gerbangnya ada tulisan kapital TUTUP, sembari ada surat edaran walikota. Lemas lutut saya, mungkin kunjungan saya cuma tinggal hari ini di tempat ini. Saya mencoba mengontak Pak Agus Bei siapa tahu diijinkan untuk mengakses.

Untuk tujuan pengamatan dan penelitian saya persilakan, nanti saya sedian perahu dan juru mudinya” suaranya di balik ponsel saya. Semoga peruntungan saya berlanjut, senandika saya.

Memotret hewan liar di habitat aslinya memang gampang-gampang mudah. Jika beruntung akan dengan mudah didapat, jika sial sampai monyet beranak pinak juga belum tentu dapat. Namun, tetap ada ilmunya, kerena hewan liar memiliki irama yang bisa kita baca. Mereka memiliki kebiasaan dan kita bisa hafalkan“. Kata Pak Anto juru mudi saya yang sudah siap menghantar ke Teluk Balikpapan.

Ikan timpakul penghuni sungai berlumpur,

Perahu dari fiber perlahan berjalan menyusuri anak-anak sungai yang penuh dengan bakau yang rimbun. Dersik suara ikan timpakul (Periophthalmus modestus) terdengar manakala lari mengindar dengan berlari menerjang lumpur. Sesekali Ikan belanak (Moolgarda seheli) melintas dengan bentuknya yang mirip dengan bandeng tapi ia lebih langsung.

Pipa pertamina mengalirkan air dari sungai Wein.

Perahu berjalan makin cepat dan kali ini sudah berada di sungai yang cukup besar dan terlihat pipa-pipa Pertamina peninggalan Kolonial Belanda yang mengalirkan air dari Sungai Wein. “Mas di situ rumahnya Jhon” kata pak Anto. “Iya jhon, bekantan paling besar“. Baru hendak saya menyiapkan lensa tele saya, sekekebat raja udang melintas. Paruh warna merah dan bulu warna biru yang khas. Saya kalah sigap.

Raja udang salah satu penghuni Teluk Balikpapan.

Perahu perlahan mendekat ke tepi sungai dan benar saja, kawanan bekantan dengan berteduh di bawah kanopi pohon bakau. Saya melihat arloji saya, menunjuk angka 13. Panas menyengat tak mengendurkan niat saya untuk mencari monyet berbulu pirang ini.

Mas bekantan itu tidak tahan panas, dia kalau panas begini mencari tempat teduh. Nanti kalau mendung atau pagi hari ida ada di pucuk-pucuk pohon. Dia juga tidak tahan dengan suara bising, terutama mesin perahu“. Pak Anto menjelaskan prilaku bekantan. Pantas saja dia tau spot-spot bekantan.

Bekantan muda yang sedang berteduh.

Hari keberuntungan saya. Puluhan frame saya dapatkan untuk mengabadikan Bekantan, dab beruntung si raja udang hinggap di dekat saya. Begitu juga dengan ikan yang berlajan sedang hilir mudik di atas lumpur yang lembek sembari menggoda kepiting bakau.

Papan ajakan untuk melestarikan bekantan,

Renjana saya terpuaskan bertemu dengan jhon dan kawan-kawan di habitat aslinya. Mereka adalah satwa endemik dan sangat sensitif dengan perubahan lingkungan. Saat ini mungkin dapat dengan mudah bisa kita temukan, semoga kedepannya mereka tetap hadir di habitat aslinya, bukan di museum atau berkas digital. Save Bekantan, begitu tulisan di dekat rumahnya si jhon.

6 thoughts on “Rumah Bekantan di Teluk Balikpapan

  1. Hahaha… Mas Dhave sempat motet ikan Timpakul yang bisa jalan didarat .
    Kota Balikpapan kota kenangan , sekolah mulai esde s/d esema

    wis yo.. Merdeka
    salam hangat

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s