
Pengalaman hidup manusia yang sudah diuji ribuan tahun dan dituangkan dalam budaya, ilmu pengetahuan dan perilaku menjadi modal untuk memasuki the new normal. Pandemi sudah terlanjur mengakar rumput, tidak mudah untuk dicabut. Tidak pilihan selain hidup bersandingan dengan corona yang katanya menakutkan.
Corona saat ini sudah mengubah banyak perilaku seseorang, kelompoknya, masyarakat, hingga tatanan budaya dan pemerintah. Gara-gara mahluk seukuran sepersejuta mili, semua berubah. Mengapa hanya gegara corona banyak berubah, apakah mahluk lain juga tak lebih berbahaya dari corona. Entahlah, mungkin dia dapat panggung yang tepat.
Perubahan perilaku ini yang menarik. Orang bersin yang dulu disambut dengan “alhamdulilah” kini akan bergeser maknanya. Orang batuk atau tersedak akan disambut dengan “pis..pis..pis atau hem.. hem..hem” juga berbeda. Apes-apes mereka yang bersin dan batuk malah dijauhi. Inilah perubahan perilaku.
Dahulu orang dengan jidat hangat identik dengan orang mikir dan pusing. Sekarang suhu jidak menjadi salah satu tolak ukur saat seseorang memasuki tempat tertentu. Setiap jidat akan diperiksa dengan termoscan, padahal dulu cukup dengan tangan lalu tangan ditempelkan di pantat sambil tertawa.
Sekarang sadar tidak sadar, perilaku seseorang sudah banyak mengalami pergeseran. Dahulu ada pepatah bijak, seribu teman terlalu sedikit, daripada satu musuh. Sekarang masih mau berteman? Boro-boro berteman, mau janjian ketemu saja “wa saja ya…”, itu pun sekian jam baru dibaca, balasnya sekian jam kemudian kalau tidak lupa.
Ada masanya seseorang mulai selektif memilih pertemanan. Sekarang semakin selektif, tak hanya di sosmed, dilingkungan sekitar akan memilah dan memilih dengan siapa dia akan bercengkrama. Banyak yang akan memilih pertemanan yang sepaham atau sefrekuensi, dalam artian teman yang memiliki personal higiene yang baik. Masih ada yang mau temanan dengan orang yang tiap hari isinya cuma batu, pilek, ada yang berani? Masih mikir.
The New Nornal akan diterapkan. Normal baru seperti apa yang akan dipertunjukan. Budaya memakai masker, budaya tidak lagi bersalaman, terlebih cium tangan, budaya jaga jarak, atau budaya yang baru, pakai apd hahaha.
Saya berpikir, jadilah biasa namun diluar biasanya. Tidak ada yang berubah, tetapi ada ada yang diubah. Kalau orang jawa bilang “ngono ya ngono, tapi aka ngono”. Berubah yang wajar, luwes, dan pantes. Artinya, tidak perlu sekesktrim “kamu gak pake masker, pergi..pergi.. atau kamu batuk sana menjauh-menjauh”.
Kita lihat saja apa yang baru dimasyarakat, tetapi percayalah semua akan kembali normal. Perilaku baru itu hanya bumbu pemanis saja biar seperti yang lain. Nenek moyang kita yang sudah lolos dari sekian banyak pamdemi banyak mengajarkan nilai-nilai kehidupan bagaimana agar tetap hidup. Mari ikuti the new normal dengan normal.