Schistosomiasis, Hantu-hantu di Lembah Napu

sisto4

Lembah yang sejuk dengan pemandangan lansekap indah padang rumputnya. Siapa pun yang memandang akan terpesona bahkan ingin berlama-lama di sana. Namun, sebuah papan nama kecil membuyarkan keindahan tersebut menjadi sebuah ketakutan dan segera ingin pergi meninggalkan. Papan peringatan “Fokus Keong” bukan semata-mata untuk menakut-nakuti, tetapi sebagai pertanda ada bahaya setiap saat mengancam jika kaki salah melangkag. Lembah Napu yang indah ternyata membuat gundah.

Saat masa benua asia masih menjadi satu dan dan lempeng India belum menubruk. Di sungai Mekong hiduplah keong Oncomelania. Tumbukan lempeng indah akhirnya memisahkan asia dan terpecah menjadi pulau-pulau kecil. Namun sebelumnya, Oncomelania sudah terlanjur mengalir mengikuti aliran sungai Mekong Purba yang dari Tiongkok menuju Jepang lalu Filipina dan berakhir di Sulawesi. 11.000 tahun yang lalu saat es sudah mencair terpisah 3 tempat tersebut oleh lautan.

Lembah Napu di yang ada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah menjadi habitat bagi keong Oncomelania. Yang menjadi momok menakutkan sebenarnya bukan keong, tetapi penumpang gelapnya. Cacing pipih dari spesies Schistosoma japonicum adalah mahluk yang menakutkan karena bisa menyebabkan penyakit schistosomiasis atau dikenal sebagai bilharziasis. Penyakit merujuk pada nama dokter dari Jerman, Theodore Bilharz yang menemukan penyakit ini tahun 1851 dan berkembang ke manusia.

Parit-parit kecil yang menjadi habitat Oncomelania dan didalamnya terdapat Schistosoma japonicum bisa menjadi potensi schistosomiasis. Penyebaran schistosomiasis melalui perantara keong/siput Oncomelania hupensis lindoensis dan bagi masyarakat sekitar menyebutnya dengan penyakit demam keong.

Schistosomiasis dimulai dari menetasnya telur cacing Schistosoma japonicum di dalam air yang disebut mirasidium. Mirasidium inilah yang nantinya akan masuk dalam tubug keong dan berkembang menjadi sporakita I dan sporakista II yang akhirnya menjadi serkaria. Serkaria inilah yang nanti berenang dalam air untuk mencari inang baru. Tercatat ada 13 mamalia yang mampu diinfeksi serkaria seperti; manusia, rusa, kucing, babirusa, sapi, kuda, dan kerbau.

Cara serkaria menginfeksi adalah dengan masuk ke pori-pori, mengikuti peredaran darah, dan singgah di paru-paru. Jika manusia bertelanjang kaki masuk dalam perairan yang ada serkaria maka akan berpotensi terinfeksi. Serkaria sudah berada di paru-paru akan ditandai dengan korban yang mulai batuk-batuk. Jika serkaria ada dalam hati akan menuju pembuluh balik hati. Di pembuluh balik hati, serkaria akan berkembang menjadi cacing dewasa. Saat cacing dewasa bertelur akan melubangi dinding usus untuk membuang telurnya, maka akan buang air bercampur dengan darah. Jika sebagian telur menuju ke hati dan terperangkap maka sistem tubuh membuat jaringan ikat pada telur-telur tersebut. Akibat hati yang terinfeksi akan membesar dan limfa juga membesar, akibatnya seperti terkena penyakit kuning, badan kurus, perut membesar.

Di Indonesia, schistosomiasis ditemukan sejak tahun 1937 di daerah Danau Lindu, Sulawesi Tengah. Pada tahun 1972, schistosomiasis ditemukan daerah endemik baru, yaitu di Lembah Napu berjarak sekitar 50 kilometer sebelah tenggara Danau Lindu. Pada 1.500 SM schistosomiasis sudah ada Mesir dari bukti lembaran papirus yang berisi catatan tentang pengobatan penyakit ini. Dipercaya dokumen tersebut adalah salinan dari dokumen tahun 3.400 SM. Lembah sungai Nil menjadi daerah endemik penyakit demam keong dari hasil penemuan telur Schistosoma haematobium pada ginjal dua mumi dari Dinasti Firaun ke-20 Mesir (1250 SM-1000 SM) oleh paleopatologi, Marc Armand Ruffer tahun 1910. Di Tiongkok, schistosomiasis juga ada di mumi berusia 2.100 tahun saat penggalian situ prasejarah tahun 1971 dan 1974.

Saat ini di Lembah Napu penderita demam keoang tidak seperti dulu yang banyak. Penyakit keong tidak serta merta dirasakan oleh penderitanya, karena cacing pipih membutuhkan waktu yang sangat lama, bisa 10-25 tahun. Sejak ditemukannya penyakit schistosomiasis, maka tenaga kesehatan bergerak cepat untuk memberantas penyakit ini. Sebenarnya sangat mudah untuk terhindar dari penyakit ini, yakni menghindari lokasi yang endemik dengan keong. Keoang biasanya berada di daerah berair dan lembab. Jika pun harus memasuki makan harus mengenakan alas kaki atau penutup kaki seperti sepatu boat. Cara pemberantasan lain adalah dengan mengeringkan daerah endemik keong dan membuatnya terpapar dengan sinar matahari. Serkaria hanya mampu hidup diluar inang 2×24 jam dan akan mati saat kondisi lingkungan berubah drastis seperti; kering, tidak ada air dan terkenan paparan matahari.

Beberapat tempat di Lembah Napu yang dicurigai terdapat keong dan serkaria akan ditandai dengan papan nama. Tanda ini sebagai peringatan agar tidak memasuki kawasan tersebut dan menjadi penanda untuk para peneliti dan dinas terkait jika melakukan penelitian. Lembah yang indah, tetaplah memiliki pesonanya sendiri walau ada ancaman yang mengerikan. Jika kaki ini mampu menempatkan diri dimana melangkah dan berpijak maka ancaman itu hanyalah peringatan saja dan selebihnya aman. Lembah napu tak seperti dulu yang menakutkan, tetapi schistosomiasis bisa menjadi pembelajaran bahwa ada mahluk tak kasat mata dak kita harus waspada.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s