Acetobacter Xylinum Menjawab Masalah Lingkungan dengan Sudut Pandangnya

Saya tak bisa membayangkan bagaimana selembar kertas itu dibuat dan membutuhkan waktu berapa lama. Tak terbayangkan juga berapa banyak pohon yang ditebang untuk dijadikan bubur kertas/pulp. Dibalik itu semua ada bayangan, apa dampak dari penebangan pohon di hutan dan tragedi apa yang terjadi nantinya. Jika boleh berandai-andi, untuk membuat selembar kertas dibutuhkan pulp, sedangkan untuk membuat pulp dibutuhkan serat dari tanaman, nah berapa waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan pohon agar layak dijadikan bubur kertas.
Apakah harian, bulanan, tahunan, puluhan tahun bahkan ratusan tahun? jika berbicara rentan waktu. Bagaimana pula nasib hewan-hewan liar yang sebelumnya dengan riang bergembira bermain diantara pepohonan yang lebat dihutan dan tergantung sepenuhnya. Bagaimana suplay oksigen dunia, yang katanya hutan yang luas menjadi paru-paru dunia, apabila ditebang terus-menerus?. Pertanyaan kritis yang kadang tak kita sadari, saat meremas selembar kertas gara-gara salah cetak atau sedang geram. Lebih ironis lagi saat bermain-main dengan kertas lap/tissue, dipakai dan dibuang begitu saja walau ada handuk atau lap lain yang bisa dipakai berulang. Dari sebuah pohon yang berusia ratusan tahun, akhirnya menjadi sampah dan sia-siap, walau sebelumnya memiliki potensi sebagai habitat hewan liar dan sumber oksigen.
Tidak sedikit NGO/LSM baik dalam dan luar negeri yang berteriak tentang fenomena ini, terlebih lagi mengenai tragedi pembabatan hutan. Mereka menolak terjadinya pengrusakan hutan, dan menentang praktik-prkatik yang tidak pro lingkungan. Patut disayangkan, tidak munafik, mereka yang berteriak, demonstrasi, penolakan belum bisa menemukan solusi yang tepat. Bukan perkara yang mudah untuk merubah sebuah sistem industri, tetapi setidaknya ada solusi-solusi bagaiman mengurangi dampak yang ditimbulkan dan memperbaiki kerusakan yang ada.

Serahkan pekerjaan tersebut pada bakteri, sebuah solusi yang bisa dipertimbangkan. Untuk membuat selembar kertas dengan bahan baku yang musti ditanam dulu selama bertahun-tahun, namun bakteri bisa mengatasinya cukup diberi waktu 10-14 hari saja. Memangnya ada bakteri atau kuman yang bisa membuat kertas dalam waktu sesingkat itu?, jawabannya “tidak ada”, tetapi jika disuruh membuat serat, jawabannya “bisa”.
Tidak asing di telinga kita dengan makanan “nata de coco”, sebuah bahan pangan yang disajikan dalam bentuk minuman. Bentuknya yang kenyal, biasanya disajikan dalam sup buah, atau minuman sari buah. Nah sebenarnya apa itu “nata de coco” dan apa saja fungsinya?, yang kebanyakan kita tahunya hanya sebatas “menikmati” saja setelah itu selesai perkara.

“Nata de coco” adalah sebutan untuk nata yang dibuat dari air kelapa, nata de pinna dari nanas, nata de soya dibuat dari air ampas tahu dan nata-nata yang laiinya. Prinsip sederhana pembuatan nata adalah, bakteri yang bernama Acetobacter xylinum mengubah gula menjadi serat/selulosa. Serat yang dihasilkan bakteri ini adalah ikatan alfa dengan tingkat kemurnian yang tinggi dibanding serat beta yang dihasilkan oleh tumbuhan. Untuk menghasilkan selembar serat dengan ketebalan 1-2cm (berat basah) cukup dengan 1,5-2minggu saja, sedangkan jika dari tumbuhan perlu bertahun-tahun.
Penggunaan serat dari bakteri Acetobacter xylinum ini sudah luas pemanfaatannya. Kita biasa menikmati serat dari mikroba ini dalam wujud minuman segar yang didalamnya ada kubus-kubus kenyal, dibidang medis dijadikan bahan pembalut luka, diindutri audia dijadikan sebagai membran speaker, bahkan teknologi dirgantara digunakan sebagai bahan campuran pembuatan tubuh pesawat. Bagaiama dengan kertas?, serat ini sudah dijadikan pembungkus permen yang ramah lingkungan, dan untuk kertas tentu saja bisa bahkan akan terasa sangat istimewa, namun murah dan ramah lingkungan.

Konsekuensi logis dari kerja bakteri ini adalah dibutuhkannya makanan berupa gula untuk membuat selembar serat. Pertanyaan sekarang, harga gula dipasaran mahal sekali dan sangat disayangkan salah satu jenis sembako ini hanya untuk dibuat serat untuk kertas?. Jangan berpikir gula makanan bakteri ini hanya dari gula tebu, atau air kelapa, masih banyak sumber-sumber gula yang tak terpakai. Acetobacter xylinum tidak bisa mengendus gula yang dia makan dari tebu, yang dia cium adalah wujud gula tersebut, apakah fruktosa (gula buah), sukrosa, galaktosa, dan bermacam-macam jenis sumber glukosa.
Jika sedikit mau menengok dan melirik, dipasar tradisional atau pasar buah terutama ditempat sampah akan banyak ditemukan gula dalam jumlah banyak. Buah-buahan yang tak layak konsumsi yang dibuang ditempat sampah adalah sumber frukstosa dan sukrosa yang sangat tinggi dan bisa dipakai untuk makanan bakteri, yang nantinya bisa kita konsumsi. Selain kita bisa mendapatkan nata dari bakteri, kita bisa memanfaatkan limbah pasar yang tak berguna menjadi sesuatu yang bermanfaat. Ide sederhana namun efeknya luar biasa bagi lingkungan. Dibalik sisi positif dari peran mikroba tentu saja ada dampak kurang menyenangkan, yakni limbah yang akan dihasilkan. Apabila dicermati, limbah berupa produk sampingan dalam wujud asam asetat/cuka bisa dimurnikan dan menjadi material bernilai ekonomis juga.
Menjadi pertanyaan selanjutnya, darimana bakteri tersebut diperoleh?. Di toko-toko kimia, atau laboratorium sudah banyak yang menjual bakteri dalam bentuk biakan basah siap pakai atau yang masih kering. Apabila kita kesulitan mendapatkan, tentu cara sederhana ini bisa dipakai. Dengan menjebak bakteri, kita bisa mendapatkan Acetobacter xylinum dengan mudah dan gratis, dan siapa tahu sangat potensial sekali. Media penjembak, dibuat dari nanas yang sudah kelewat matang dan diblender atau ditumbuk, lalu taruh dinampan dan biarkan beberapa hari lalu tutup dengan plastik. Jika dipermukaan nanas tersebut ada selaput berwarna putih kenyal, itulah biangnya nata yang bisa kita manfaatkan. Mungkin secara teknis tidak akan dibahas disini, karena akan terlalu panjang dan lebar, setikdaknya ada sebuah solusi bagaimana menjawab pertanyaan besar yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan dengan kaca mata yang sederhana.

Acetobacter xylinum menjadi solusi ditengah-tengah krisis yang berhubungan dengan pemanfaatan serat dari tumbuhan. Kertas yang semula dari tumbuhan berusia puluhan tahun, kini bisa sedikit dibantu dengan prouk dari bakteri f
ungsional ini. Memang tidak mudah jika kita sendiri turun tangan langsung, setidaknya memberikan inspirasi bagaiamana peran mikroorganisme bisa mengambil alih peran tumbuhan dalam penyediaan serat sebagai bahan baku produk insdustri. Dari uraian diatas, siapa tahu kita sadar, untuk membuat selembar kertas banyak hal yang menjadi korban, sehingga kita bisa lebih bijak bagaimana memakai selembar tissue dari hal-hal yang seharusnya bisa dilakukan dengan cara yang jauh lebih ramah lingkungan. Ini hanyalah sebuah jawaban dari kegelisahan, dari kacamata dan sudut pandang lain.

19 thoughts on “Acetobacter Xylinum Menjawab Masalah Lingkungan dengan Sudut Pandangnya

Leave a reply to sulisyk Cancel reply