Dapur adalah Rahasia Fotografer, Sesekali Ceritakan Isi dan Resepnya atau Cukup Nikmati Hidangannya

Pernah suatu kali iseng nulis status disalah satu jejaring sosial dan isinya status tentang daftar&agenda jalan-jalan saya buat 2 bulan kedepan. Tentu agenda jalan-jalan tiap minggu cukup menggiurkan buat mereka yang suka traveling, plesiaran, wisata atau sekedar jeng-jeng saja. Banyak sekali acungan jempol dan komentar yang ada dikotak bawah status. Rerata dari komentar yang ada ”enak ya jalan-jalan melulu” kira-kira seperti itulah.

Bagi pecinta traveling menuju kesebuah tempat yang baru pertama kali adalah sebuah kenikmatan tersendiri, terlebih dibumbui dengan nulis dan fotografi. Membaca dari sekian banyak komentar yang ada dan berharap diajak jalan-jalan. Dari wajah-wajah dan siapa yang berkomentar saya paham siapa mereka dan pasti sangat senang jika saya ikut sertakan dalam trip saya setiap minggunya. Menjadi pertanyaan sekarang, apakah yakin mau ikut….? atau hanya sekedar ingin saja…?.

Saya berkeyakinan akan banyak yang menyesal jika ikut jalan-jalan dengan saya dan kalo ndak nyesal pasti menggerutu jika benar-benar tidak bisa menikmati. Dari puncak gunung, hutan, sungai, danau, pantai, laut hingga dasar laut memang suguhan keindahan yang biasa saya bawakan oleh-oleh dengan wujud gambar. Saya tahu ada beberapa yang iri dan ingin motret sendiri, terutama yang baru belajar motret, pertanyaan sekarang apakah yakin mau ikut motret.

Saya punya seorang kawan yang memamerkan jepretan kabut disebuah puncak bukit. Banyak yang tidak mengerti dengan gambar tersebut bahkan men-cap gambar tersebut jelek atau biasa saja. Bagi saya gambar tersebut adalah luar biasa, bukan karena gambar tapi bagaimana proses mendapatkan gambar tersebut. Untuk mendapatkan gambar tersebut harus bangun pagi-pagi buta, lalu jalan nyusuri hutan, naik turun bukit bekejaran dengan matahari dan kabut. Lewat sebentar saja sirna itu impian dan harus mengulang keesokan harinya. Luar biasa bukan perjuangannya?. Jika anda melihat foto-foto di National Geographic memang sungguh luar biasa, tapi akan luar biasa lagi jika melihat ”behind the scene”.

Kembali ke jalan-jalan saya, setiap pulang saya coba bawakan dan pemerkan hasil jepretan saya yang kadang masih serba pas-pasan. Banyak yang suka dan iri, entah basa-basi atau terpaksa, intinya sedikit bisa meracuni. Mau donk kesana, kapan-kapan ajak ya..? beberapa komentar seperti itu. Andaikata bener saya ajak, saya ngga yakin mereka mau jika melihat behind the scene. Nah jika saya ceritakan behind the scene apakah masih ada yang mau ikut, atau semakin tergila-gila mau ikut.

Pernah motret sebuah mulut goa vertikal didaerah Gunung Kidul. Saya memberi judul ”surga tersembunyi dibalik tanah tandus”, banyak yang suka dan ingin ikut. Begitu saya ceritakan semua pada mundur sekian langka dan bilang ”ooowww tidak mauuu”, nah benerkan?. Untuk menuju lokasi jalan kaki sekian kilo dengan bawa ransel isi peralatan panjat. Masuk goa harus turun vertikal 50m, lalu melipir dinding goa dan turun lagi 50an meter. Urusan turun gampang, tetapi naiknya yang bikin meriang, sudah susah dan berat lagi. Lupakan prosesi naik, saat masuk dimulut goa sudah disambut ratusan kelelawar dengan bau goano ”kotoran kelelawar” yang bau menyengat tidak karuan. Sampai dibawah sudah becek tak ada teklek, dan harus rela bergulat dengan lumpur. Baru dah mulai motret dengan segala kesulitan dan keterbatasan. Pokoknya sesangsara bagi yang tidak bisa dan biasa susah.

Berpindah foto matahari terbenam disebua teluk, kebetulan banyak yang kasih jempol dan komentar ”mbo aku diajak”. Jika tahu lokasinya, masih dan yakin mau ikut. Dari jalan besar, masuk 14km dengan sepeda onthel atau jalan kaki, setelah itu jalan lagi 3km lewat hutan bakau yang banyak nyamuk dan ular. Sampai dilokasi hanya memakai tidak lebih dari 30menit untuk menikmati keindahan lalu pulang dalam gelap malam dengan resiko yang bikin sengsara. Saya pernah ajak teman yang ngaku suka dengan tantangan, tapi begitu sampai lokasi langsung kaya krupuk mlempeng dan lempar handuk putih tanda nyerah.

Mungkin ada kalanya saya hanya bisa menjadi penikmat gambar&gambar bagus karya mereka yang tangguh dan berdedikasi. Dalam hati saya pingin, tapi ya berkaca juga ”apa saya mampu”. Mungkin tekad saja yang mampu, bagaimana denganmental, fisik dan duit ya sama aja dengan krupuk kena air ”mlempem”. Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.
”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”

Salam

DhaVe
KK,310311, 07.00

39 thoughts on “Dapur adalah Rahasia Fotografer, Sesekali Ceritakan Isi dan Resepnya atau Cukup Nikmati Hidangannya

  1. dhave29 said: Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”

    Suka sekali kalimat ini…Jadi paham, ternyata, menikmati dan menilai foto itu lebih mudah.

  2. dhave29 said: Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”

    Btw, kalau moto enceng gondok susah gak? *nyengir*

  3. dhave29 said: Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”

    yang pasti potograper itu pencinta seni dan pendokumentasi yang hebat!

  4. dhave29 said: Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”

    Kang, dirimu joint sama NG or organisasi ajah.Khan hobby en penghasilan bisa sejalan 😀

  5. dhave29 said: Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”

    dimanapun memang dapur itu rahasianya mas.. kalau fotografer, dapurnya gimana mas

  6. anazkia said: Suka sekali kalimat ini…Jadi paham, ternyata, menikmati dan menilai foto itu lebih mudah.

    makasih mBa,,,,semoga semakin bisa menikmati dan menginspirasisalam…. genjer hahahaa 😀

  7. rirhikyu said: Kang, dirimu joint sama NG or organisasi ajah.Khan hobby en penghasilan bisa sejalan 😀

    Sudah, taoi belum laku… masih ditampung, ditampung akhirnya ke tong sampahperlu bersabar dan belajar nepotisme hehehehmakasih BuPeb

  8. bimosaurus said: dimanapun memang dapur itu rahasianya mas.. kalau fotografer, dapurnya gimana mas

    Dapurnya tetep rahasia,,, sesekali bolehkok belanja di pasar dan masak bareng, tapi jangan kapok dan nyesel kalo masakannya gak enak lohhh….

  9. dhave29 said: Syuuuusyah mBa hehehe….kasih link donk….

    emg btul… foto bgus g selalu dari yang di liat aja.. mgkin prosesnya jg,, yang kadang perlu perjuangan lebih.. walo kadang secara (kasat mata) foto itu terlihat biasa saja… 🙂

  10. anazkia said: Ngakak…Mas, nanti aku pinjam namanya yah, untuk bikin cerita2 duduls saya hehehe…tak lupa, slogan kita adalah genjer 😛

    Boleh..boleh hahaha… asal gd bikin genjer eh geger hahaha

  11. samsihan said: emg btul… foto bgus g selalu dari yang di liat aja.. mgkin prosesnya jg,, yang kadang perlu perjuangan lebih.. walo kadang secara (kasat mata) foto itu terlihat biasa saja… 🙂

    Nah betuul kan… mari melihat sekamin dalam

  12. simbokdhe said: betul sekali Dhave … salut kepadamu …

    kalau lihat2 foto yang pernah dibuat selalu terkenang-kenang sama behind the schene-nya dan itu yang bikin hati meronta-ronta hahahaha lebay dot kom.

  13. sulisyk said: kalau lihat2 foto yang pernah dibuat selalu terkenang-kenang sama behind the schene-nya dan itu yang bikin hati meronta-ronta hahahaha lebay dot kom.

    nah itu yang bikin saya kangen selalu….

  14. dhave29 said: nah itu yang bikin saya kangen selalu….

    iya nih dah lama nggak ngerasain dengkul hampir copot hahaha, wes jian kangen tenan. yang terakhir kali cuma di tempuran itu melihat dunia lain hahahaha

  15. sulisyk said: iya nih dah lama nggak ngerasain dengkul hampir copot hahaha, wes jian kangen tenan. yang terakhir kali cuma di tempuran itu melihat dunia lain hahahaha

    ayo kapan di ulang hehehe

  16. dhave29 said: Pernah suatu kali iseng nulis status disalah satu jejaring sosial dan isinya status tentang daftar&agenda jalan-jalan saya buat 2 bulan kedepan. Tentu agenda jalan-jalan tiap minggu cukup menggiurkan buat mereka yang suka traveling, plesiaran, wisata atau sekedar jeng-jeng saja. Banyak sekali acungan jempol dan komentar yang ada dikotak bawah status. Rerata dari komentar yang ada ”enak ya jalan-jalan melulu” kira-kira seperti itulah.Bagi pecinta traveling menuju kesebuah tempat yang baru pertama kali adalah sebuah kenikmatan tersendiri, terlebih dibumbui dengan nulis dan fotografi. Membaca dari sekian banyak komentar yang ada dan berharap diajak jalan-jalan. Dari wajah-wajah dan siapa yang berkomentar saya paham siapa mereka dan pasti sangat senang jika saya ikut sertakan dalam trip saya setiap minggunya. Menjadi pertanyaan sekarang, apakah yakin mau ikut….? atau hanya sekedar ingin saja…?.Saya berkeyakinan akan banyak yang menyesal jika ikut jalan-jalan dengan saya dan kalo ndak nyesal pasti menggerutu jika benar-benar tidak bisa menikmati. Dari puncak gunung, hutan, sungai, danau, pantai, laut hingga dasar laut memang suguhan keindahan yang biasa saya bawakan oleh-oleh dengan wujud gambar. Saya tahu ada beberapa yang iri dan ingin motret sendiri, terutama yang baru belajar motret, pertanyaan sekarang apakah yakin mau ikut motret.Saya punya seorang kawan yang memamerkan jepretan kabut disebuah puncak bukit. Banyak yang tidak mengerti dengan gambar tersebut bahkan men-cap gambar tersebut jelek atau biasa saja. Bagi saya gambar tersebut adalah luar biasa, bukan karena gambar tapi bagaimana proses mendapatkan gambar tersebut. Untuk mendapatkan gambar tersebut harus bangun pagi-pagi buta, lalu jalan nyusuri hutan, naik turun bukit bekejaran dengan matahari dan kabut. Lewat sebentar saja sirna itu impian dan harus mengulang keesokan harinya. Luar biasa bukan perjuangannya?. Jika anda melihat foto-foto di National Geographic memang sungguh luar biasa, tapi akan luar biasa lagi jika melihat ”behind the scene”.Kembali ke jalan-jalan saya, setiap pulang saya coba bawakan dan pemerkan hasil jepretan saya yang kadang masih serba pas-pasan. Banyak yang suka dan iri, entah basa-basi atau terpaksa, intinya sedikit bisa meracuni. Mau donk kesana, kapan-kapan ajak ya..? beberapa komentar seperti itu. Andaikata bener saya ajak, saya ngga yakin mereka mau jika melihat behind the scene. Nah jika saya ceritakan behind the scene apakah masih ada yang mau ikut, atau semakin tergila-gila mau ikut.Pernah motret sebuah mulut goa vertikal didaerah Gunung Kidul. Saya memberi judul ”surga tersembunyi dibalik tanah tandus”, banyak yang suka dan ingin ikut. Begitu saya ceritakan semua pada mundur sekian langka dan bilang ”ooowww tidak mauuu”, nah benerkan?. Untuk menuju lokasi jalan kaki sekian kilo dengan bawa ransel isi peralatan panjat. Masuk goa harus turun vertikal 50m, lalu melipir dinding goa dan turun lagi 50an meter. Urusan turun gampang, tetapi naiknya yang bikin meriang, sudah susah dan berat lagi. Lupakan prosesi naik, saat masuk dimulut goa sudah disambut ratusan kelelawar dengan bau goano ”kotoran kelelawar” yang bau menyengat tidak karuan. Sampai dibawah sudah becek tak ada teklek, dan harus rela bergulat dengan lumpur. Baru dah mulai motret dengan segala kesulitan dan keterbatasan. Pokoknya sesangsara bagi yang tidak bisa dan biasa susah.Berpindah foto matahari terbenam disebua teluk, kebetulan banyak yang kasih jempol dan komentar ”mbo aku diajak”. Jika tahu lokasinya, masih dan yakin mau ikut. Dari jalan besar, masuk 14km dengan sepeda onthel atau jalan kaki, setelah itu jalan lagi 3km lewat hutan bakau yang banyak nyamuk dan ular. Sampai dilokasi hanya memakai tidak lebih dari 30menit untuk menikmati keindahan lalu pulang dalam gelap malam dengan resiko yang bikin sengsara. Saya pernah ajak teman yang ngaku suka dengan tantangan, tapi begitu sampai lokasi langsung kaya krupuk mlempeng dan lempar handuk putih tanda nyerah.Mungkin ada kalanya saya hanya bisa menjadi penikmat gambar&gambar bagus karya mereka yang tangguh dan berdedikasi. Dalam hati saya pingin, tapi ya berkaca juga ”apa saya mampu”. Mungkin tekad saja yang mampu, bagaimana denganmental, fisik dan duit ya sama aja dengan krupuk kena air ”mlempem”. Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”SalamDhaVeKK,310311, 07.00

    *aku sih setuju dg mempertimbangkan proses penciptaannya*tapi aku pernah denger kata2, “yg penting hasil gambarnya bagus dan top, ga peduli si tupot mau pake cara apapun bikinnya. yg penting hasilnya.”gimana kalo digituin mas?

  17. dhave29 said: Pernah suatu kali iseng nulis status disalah satu jejaring sosial dan isinya status tentang daftar&agenda jalan-jalan saya buat 2 bulan kedepan. Tentu agenda jalan-jalan tiap minggu cukup menggiurkan buat mereka yang suka traveling, plesiaran, wisata atau sekedar jeng-jeng saja. Banyak sekali acungan jempol dan komentar yang ada dikotak bawah status. Rerata dari komentar yang ada ”enak ya jalan-jalan melulu” kira-kira seperti itulah.Bagi pecinta traveling menuju kesebuah tempat yang baru pertama kali adalah sebuah kenikmatan tersendiri, terlebih dibumbui dengan nulis dan fotografi. Membaca dari sekian banyak komentar yang ada dan berharap diajak jalan-jalan. Dari wajah-wajah dan siapa yang berkomentar saya paham siapa mereka dan pasti sangat senang jika saya ikut sertakan dalam trip saya setiap minggunya. Menjadi pertanyaan sekarang, apakah yakin mau ikut….? atau hanya sekedar ingin saja…?.Saya berkeyakinan akan banyak yang menyesal jika ikut jalan-jalan dengan saya dan kalo ndak nyesal pasti menggerutu jika benar-benar tidak bisa menikmati. Dari puncak gunung, hutan, sungai, danau, pantai, laut hingga dasar laut memang suguhan keindahan yang biasa saya bawakan oleh-oleh dengan wujud gambar. Saya tahu ada beberapa yang iri dan ingin motret sendiri, terutama yang baru belajar motret, pertanyaan sekarang apakah yakin mau ikut motret.Saya punya seorang kawan yang memamerkan jepretan kabut disebuah puncak bukit. Banyak yang tidak mengerti dengan gambar tersebut bahkan men-cap gambar tersebut jelek atau biasa saja. Bagi saya gambar tersebut adalah luar biasa, bukan karena gambar tapi bagaimana proses mendapatkan gambar tersebut. Untuk mendapatkan gambar tersebut harus bangun pagi-pagi buta, lalu jalan nyusuri hutan, naik turun bukit bekejaran dengan matahari dan kabut. Lewat sebentar saja sirna itu impian dan harus mengulang keesokan harinya. Luar biasa bukan perjuangannya?. Jika anda melihat foto-foto di National Geographic memang sungguh luar biasa, tapi akan luar biasa lagi jika melihat ”behind the scene”.Kembali ke jalan-jalan saya, setiap pulang saya coba bawakan dan pemerkan hasil jepretan saya yang kadang masih serba pas-pasan. Banyak yang suka dan iri, entah basa-basi atau terpaksa, intinya sedikit bisa meracuni. Mau donk kesana, kapan-kapan ajak ya..? beberapa komentar seperti itu. Andaikata bener saya ajak, saya ngga yakin mereka mau jika melihat behind the scene. Nah jika saya ceritakan behind the scene apakah masih ada yang mau ikut, atau semakin tergila-gila mau ikut.Pernah motret sebuah mulut goa vertikal didaerah Gunung Kidul. Saya memberi judul ”surga tersembunyi dibalik tanah tandus”, banyak yang suka dan ingin ikut. Begitu saya ceritakan semua pada mundur sekian langka dan bilang ”ooowww tidak mauuu”, nah benerkan?. Untuk menuju lokasi jalan kaki sekian kilo dengan bawa ransel isi peralatan panjat. Masuk goa harus turun vertikal 50m, lalu melipir dinding goa dan turun lagi 50an meter. Urusan turun gampang, tetapi naiknya yang bikin meriang, sudah susah dan berat lagi. Lupakan prosesi naik, saat masuk dimulut goa sudah disambut ratusan kelelawar dengan bau goano ”kotoran kelelawar” yang bau menyengat tidak karuan. Sampai dibawah sudah becek tak ada teklek, dan harus rela bergulat dengan lumpur. Baru dah mulai motret dengan segala kesulitan dan keterbatasan. Pokoknya sesangsara bagi yang tidak bisa dan biasa susah.Berpindah foto matahari terbenam disebua teluk, kebetulan banyak yang kasih jempol dan komentar ”mbo aku diajak”. Jika tahu lokasinya, masih dan yakin mau ikut. Dari jalan besar, masuk 14km dengan sepeda onthel atau jalan kaki, setelah itu jalan lagi 3km lewat hutan bakau yang banyak nyamuk dan ular. Sampai dilokasi hanya memakai tidak lebih dari 30menit untuk menikmati keindahan lalu pulang dalam gelap malam dengan resiko yang bikin sengsara. Saya pernah ajak teman yang ngaku suka dengan tantangan, tapi begitu sampai lokasi langsung kaya krupuk mlempeng dan lempar handuk putih tanda nyerah.Mungkin ada kalanya saya hanya bisa menjadi penikmat gambar&gambar bagus karya mereka yang tangguh dan berdedikasi. Dalam hati saya pingin, tapi ya berkaca juga ”apa saya mampu”. Mungkin tekad saja yang mampu, bagaimana denganmental, fisik dan duit ya sama aja dengan krupuk kena air ”mlempem”. Kadang foto-foto bagus bisa dibuat dengan mudahnya, tetapi banyak sekali yang dikerjakan denga kesulitan yang tinggi, sepenuh hati, tenaga, waktu dan pikiran, bahkan harus nguras dompet. Bijak sejenak bagaimana menilai sebuah gambar tidak hanya dari bagus-nya, tetapi bagaimana prosesnya, sehingga kita bisa lebih apresiatif.”terkadang dapur adalah rahasia juru masak, jangan ceritakan dan cukup nikmati hidangannya”SalamDhaVeKK,310311, 07.00

    >mBa Lala: kalo udah bilang ”yang penting” apakah ada rasa peduli&apresiasi? ada kesan memaksakan kehendak, boso jowone POKOKE… saya kira orang semakin mengerti akan semakin bijak dalam menilai, iya kan…? kalo yg penting bagus dan gak peduli bla..bla.. layak ditanyakan? dia paham ngga dengan apa yang dimaksud, jangan-jangan hanya sebatas komentator sajah hahaha…

Leave a reply to dhave29 Cancel reply