Lembaran Hitam Pendidikan menjadi Mercusuar Orang Tua

Pendidikan adalah hal yang mendasar dan menjadi kebutuhan wajib saat ini bagi seluruh lapisan masyarakat. Siapa orang yang tak ingin pintar dan tidak mau dibilang bodoh, semua pengin pintar walaupun tidak ada tolok ukur yang pasti tentang batasan pintar. Semua berlomba-lomba dibidang akademis dengan berbagai cara dan usaha. Berapapun biyaya tak menjadi masalah, asalkan bisa terus sekolah dan mendapatkan pendidikan. Berbagai cara dilakukan dari nguras tabungan hingga mencari utangan untuk menambal sulam biyaya pendidikan.

Orang tua mana yang mengkesampingkan pendidikan? Berbagai usaha dilakukan agar anak-anaknya bisa sekolah dan terus mendapatkan pendidikan. Bahkan sejak dini, orang tua sudah menyiapkan dana untuk persiapan sekolah putra-putrinya. Gengsi pendidikan acapkali menjadi bumbu bumerang para tua, dimana unsur prestise menjadi mercusuar dan parameter kwalitas pendidikan. Orang tua mana yang tidak bangga bilamana anaknya pintar dan punya prestasi akademis?.

Orang tua yang mengidam-idamkan anaknya pintar, acapakali memaksakan sebuah kehendak. Pemilihan kwalitas sekolah dengan mencari yang favorit menjadi andalan, dengan harapan anaknya bisa mendapat yang terbaik. Yang menjadi masalah adalah, disaat anak dengan kempuan otak yang berbeda menjadi beban dengan dunia pendidikannya. Kesan over load tidak sebanding dengan kwalitas otaknya acapkali menjadi menu keterpurukan. Daya minat dan kemampuan anak juga kadang dipaksakan para orang tua, sehingga sebagai pelaksana, anak-anak menjadi ogah-ogahan dan setengah hati, karena tidak ada minat sama sekali.

Mulut besar orang tua juga menambah beban anak, seperti;
“anaku sekolah di SD nomer satu”
“anaku selalu mendapat rangking” (rangking 1 sampai terakhir)
“sudah saya les kan dan privat, pasti juara 1”
“anaku sudah lulus jadi sarjana”
Sebuah kata bangga dari orang tua yang menjadi pedang bermata dua bagi anak. Beban dan bualan orang tua yang meracuni telinga banyak orang harus dibebankan anak.

Saya kira Anda yang pernah sekolah, kuliah pernah merasakan bumerang yang terus menteror dan menjadi beban moral. Bolehlah orang tua tidak tahu dengan kondisi akademis dan prestasi anda, dan hanya yang baik-baik saja yang anda laporkan kepada orang tua dibalik kamar kost. Bagaimana dengan tindakan-tindakan diluar akademis; bolos, cabut, nyontek, ngembat spp, pacaran, bahkan sampai yang paling bejatpun dan semua itu menjadi lembaran hitam yang terus off record. Pesan-pesan orang tua tinggalah kata-kata manis dibibir tapi pahit ditelinga, bukan begitu? “nggih nggih ning mboten kepanggih”.

Mungkin orang tua akan sangat marah bila tahu semua kebejatan anak-anaknya yang sedang hot-honya, sehingga lembaran hitam seperti blue print yang digelar dibenak orang tua. Ada juga rasa sesal telah menodai amanah orang tua, mengiyakan kebohongan orang tua dengan mercusuarnya, atau mengiyakan tanpa ada pelaksanaan. Rasa sesal memang dibelakang, tetapi yang terjadi biarlah terjadi, tetapi sekarang bagaimana mensiasati agar itu tidak terulang lagi dan menjadi lebih baik tentunya. Jadilah kebanggan orang tua, tidak hanya dimulut mercusuar tetapi ada dan nyata dihadapan mereka tanpa ada kebohongan.

Salam

DhaVe
Merak 1-10 RSUP Karyadi, 15 Februari 2010, 08:30

36 thoughts on “Lembaran Hitam Pendidikan menjadi Mercusuar Orang Tua

  1. “Daya minat dan kemampuan anak juga kadang dipaksakan para orang tua, sehingga sebagai pelaksana, anak-anak menjadi ogah-ogahan dan setengah hati, karena tidak ada minat sama sekali” ====> setuju ^^, pengalaman pribadi selamat pagi ^^

  2. IMHO,Pendidikan anak? Pendidikan bukan melulu bersifat akademis, karena ada keterkaitan juga dengan sikap keseharian di rumah dan lingkungan.Belum ada sekolahan ‘menjadi orang tua yang baik’ sih ya..hehe.. Kalaupun ada seminar dan semacamnya, tetap aja gak bisa pas pada masing2 pribadi.Setidaknya ..komunikasi, keterbukaan, penerapan disiplin tetap menjadi hal penting.Semoga,

  3. agnes2008 said: Belum ada sekolahan ‘menjadi orang tua yang baik’ sih ya..hehe..

    KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN, mbakyu!*sayang, KPP ini hanya menjadi sebuah ritual untuk mendapatkan selembar bukti sudah mengikuti KPP.

  4. yswitopr said: KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN, mbakyu!

    numpang ngudar rasa ya, Mas!1. orang tua sering kali jatuh pada pendidikan formal. maka tidak mengherankan betapa muntahnya anak ketika dari pagi-siang menempuh pendidikan di sekolah, sore diharuskan ikut bimbingan ini atau itu, malam les ini atau itu…2. muncul pertanyaan iseng, terutama yang ada di kota, anak itu anaknya siapa? orang tuanya atau baby sitternya?3. satu hal yang sering dilewatkan: pendidikan humaniora.

  5. agnes2008 said: Cuma 3 hari kan Mo?Makanya ya begitulah kalau cuma menjadi syarat.

    teuteup aja, mbakyu! KPP dimaksudkan untuk sekolah orang tua, meski cuma 3 atau 4 hari. dalam waktu yang singkat itu, seluruh dimensi hidup berkeluarga kan dibahas dan disharingkan.maka, ya kembali ke individunya: KPP menjadi sekolah atau menjadi sekedar ritual yang harus dijalani.

  6. yswitopr said: ya kembali ke individunya:

    Kasihan orang tua yg rela menjual sawah dan membiayai anaknya kuliah, tapi ternyata anaknya suka mbolos dan nggak tamat2. Pelajaran bukan hanya bisa di dapatkan di bangku sekolah saja. Setiap pengalaman hidup bisa di jadikan pengajaran. Kadang2 pendidikan/gelar di jadikan status dan bisa membuat orang jadi sombong dan memandang rendah pd orang yg tidak berpendidikan. Itu yg sangat tragis. Identitas seseorang tidak tergantung pada derajat pendidikan mereka, belum tentu orang yg berpendidikan tinggi akan memiliki etika, tetapi kalau seseorang yg tidak makan sekolahan yg mempunyai etika itu lebih berharga.Kok jadi berpidato….maaf! :)Have a great day bro!

  7. dhave29 said: “anaku sekolah di SD nomer satu””anaku selalu mendapat rangking” (rangking 1 sampai terakhir)”sudah saya les kan dan privat, pasti juara 1″”anaku sudah lulus jadi sarjana”

    peluang menciptakan “kebo nyusu gudhel”

  8. simplyhapinessme said: “Daya minat dan kemampuan anak juga kadang dipaksakan para orang tua, sehingga sebagai pelaksana, anak-anak menjadi ogah-ogahan dan setengah hati, karena tidak ada minat sama sekali” ====> setuju ^^, pengalaman pribadi selamat pagi ^^

    hahaha tau aja mBak…

  9. agnes2008 said: IMHO,Pendidikan anak? Pendidikan bukan melulu bersifat akademis, karena ada keterkaitan juga dengan sikap keseharian di rumah dan lingkungan.Belum ada sekolahan ‘menjadi orang tua yang baik’ sih ya..hehe.. Kalaupun ada seminar dan semacamnya, tetap aja gak bisa pas pada masing2 pribadi.Setidaknya ..komunikasi, keterbukaan, penerapan disiplin tetap menjadi hal penting.Semoga,

    yups… makasih tambahannya Bu…

  10. yswitopr said: numpang ngudar rasa ya, Mas!1. orang tua sering kali jatuh pada pendidikan formal. maka tidak mengherankan betapa muntahnya anak ketika dari pagi-siang menempuh pendidikan di sekolah, sore diharuskan ikut bimbingan ini atau itu, malam les ini atau itu…2. muncul pertanyaan iseng, terutama yang ada di kota, anak itu anaknya siapa? orang tuanya atau baby sitternya?3. satu hal yang sering dilewatkan: pendidikan humaniora.

    monggo Mo…sebuah realita yang nyata di generasi kita dan kini….kasihan dan kasihan.. keblinger kabeh….

  11. lilywagner said: Kasihan orang tua yg rela menjual sawah dan membiayai anaknya kuliah, tapi ternyata anaknya suka mbolos dan nggak tamat2. Pelajaran bukan hanya bisa di dapatkan di bangku sekolah saja. Setiap pengalaman hidup bisa di jadikan pengajaran. Kadang2 pendidikan/gelar di jadikan status dan bisa membuat orang jadi sombong dan memandang rendah pd orang yg tidak berpendidikan. Itu yg sangat tragis. Identitas seseorang tidak tergantung pada derajat pendidikan mereka, belum tentu orang yg berpendidikan tinggi akan memiliki etika, tetapi kalau seseorang yg tidak makan sekolahan yg mempunyai etika itu lebih berharga.Kok jadi berpidato….maaf! :)Have a great day bro!

    ahay,,, bener juga mBak.. analisa yang bagus,,, saya jadi merasa berdosa juga ini hehehe….makasih buat tambahannya…salam

  12. dhave29 said: Jadilah kebanggan orang tua, tidak hanya dimulut mercusuar tetapi ada dan nyata dihadapan mereka tanpa ada kebohongan.

    sedih kl ada yg bilang itu anak ortunya or anak babysitter. Apakah diriku bisa memilih?

  13. dhave29 said: Jadilah kebanggan orang tua, tidak hanya dimulut mercusuar tetapi ada dan nyata dihadapan mereka tanpa ada kebohongan.

    hmmmm, jd keinget saat2 bandel en nyotek en pacaran. wakakakakaka*gw always 5besar loh pdhl :p wakakakakaka

  14. dhave29 said: Jadilah kebanggan orang tua, tidak hanya dimulut mercusuar tetapi ada dan nyata dihadapan mereka tanpa ada kebohongan.

    @Rirhikyu; nah loh kebongkar semua kan…. hehehe πŸ˜€ hayuu.. hayuuu….masalah anak siapa itu? sungguh mengerikan dan memprihatinkan… ayo mak.. mak.. semangat

  15. dhave29 said: Jadilah kebanggan orang tua, tidak hanya dimulut mercusuar tetapi ada dan nyata dihadapan mereka tanpa ada kebohongan.

    knapa mengerikan? :)walau dititipkan ke sitter or nanny, but dia always my son, my beloved son :)but, gw gak punya pilihan laen u/ saat ini. en gw kudu kerja. hiks.well teganya yg bilang kl dia anak pembantu. krn apakah dia ngalamin sendiri dilema spt kita2 yg jalani? *jd esmosi :p

  16. dhave29 said: Jadilah kebanggan orang tua, tidak hanya dimulut mercusuar tetapi ada dan nyata dihadapan mereka tanpa ada kebohongan.

    @Rirhiku; tenang mBak.. tenang dulu… sabar.. sabar… anak pembantu hanyalah sebuah persepsi tanpa ada justifikasi. Meraka hanya melihat dari sisi luarnya sajah tanpa melihat sikon dan profil orang tua. Nah bagaimana dengan legenda Romus dan Romulus anak manusia yang dibesarkan srigala, atau tarsan yang dibesarkan gorila. Kembalikan ke pribadi masing-masing, jadikanlah sebagai peringatan buat lebih memperhatikan dan mendidik generasi kita. salam dan sabar… sabar… ambil sisi positifnya sajah… πŸ˜€

Leave a reply to yswitopr Cancel reply