Kata-kata presenter dan komedian Tukul Arwana mungkin benar, “don luk buk from teh koper”, janganlah melihat buku hanya dari tampilan luarnya saja, tetapi coba telisik ke dalam ada apadidalamnya. Beberapa hari kemarin sempat menulis Fotografer Komersil Dilarang Beroperasi, kali ini mencoba tentang daya terima sosial tentang kehadiran teknologi.
Setiap orang, tentu akan berbeda dalam menerima dan menilai kehadiran sebuah teknologi, apapun bentuknya. Penilaian bisa berwujud akan kekaguman, sampai dengan cemoohan. Hadirnya teknologi memang tidak bisa dipungkiri, tetapi menjadi bahan pujaan selayaknya berhala modern. Perkembangan teknologi juga berdampak dari daya beli dan selera dari konsumen.
Saat ditempat umum, katakan bus kota, akan nampak sekali ketimpangan teknologi tersebut. Teknologi paling familiar, katakanlah ponsel yang hampir rerata semua memiliki bahkan dobel. Seorang gadis remaja akan bangga mengeluarkan BB sambil terus up date, tetapi bila gadget-nya masih keluaran awal tahun 2000an tentunya akan berbeda memperlakukannya. Ponsel yang katakanlah udah jadul, murahan biasanya untuk menerima telpon sajah sembunyi-sembunyi atau membalas SMS dilakukan dibalik tas, berbeda saat ponsel tersebut berjaya dimasanya kemanapun buat liontin. Fenomena tersebut tidak semua seperti itu, bahkan ada juga bangga dengan HP jadulnya, laiknya yang nulis ini.
Pernah suatu saat ada sebuah kejadian yang tidak saya inginkan terjadi, terkait dengan masalah dunia maya. Agar masalah tidak berlanjut dan segera teratasi saat itu juga harus ditangani bagaimanapun caranya. Tas ransel diletakan, notebook digelar sambil dicolokin di hape, dan segera online untuk mengkoreksi kesalahan. Disebuah emperan minimarket dengan terpaksa harus dilakukan, dan sebuah tebakan saya tepat. “ngGaya… pamer leptop iki”, “ndak ada warnet ya Mas”, “wuih sok nggaya”, “awas kesetrum Mas” dan masih banyak lagi cemoohan orang.
Selesai online sebentar, kembali dilipat dan masuk dalam sarangnya dan sambil berguman apakah “sirik tanda tak mampu”, “atau saya berada ditempat yang salah”. Nah sebuah fenomena kecil, dimana orang menganggap sebuah hal yang biasa bagi orang menjadi sesuatu yang luar biasa bagi orang lain, mungkin bisa dianggap pamer, norak, atau sesuatu hal yang asing bagi mereka.
Jangankan leptop, semir rambut yang warna-warni saja jadi bahan gunjingan, padahal ditempat yang tepat menjadi sebuah mode dan trend, tetapi ditempat yang salah bisa menjadi kuping merah. LKMD “Londo Kok Mung nDase” (bule kok cuma kepalanya saja), “bule ireng” gara-gara warna kulitnya yang menyerupai tembaga dan lain sebagainya.
Kacamata Hitam sebgai pelindung mata juga bisa jadi gara-gara yang membuat muka merah padam menahan malu. “gelap yah mas..?”, “weh ana jaran mlaku”, “awas ana turis” mungkin Anda bakal terian “dasar wong ndeso” yang memang iti adanya. Nah sebagai siasat, lepaslah kacamata saat ketemu orang dan pakai lagi setelah melewatinya, dijamin aman dan ada kesan menghormati.
Bagi yang susah menerima tentu akan sangat kesulitan untuk menghadapinya, tetapi bagi yang sudah terbiasa tentu akan menyiasatinya. Bagi sebagian orang norak, tapi bagi sisi orang itu adalah daya tarik, orang bilang itu bikin malu, tapi ada yang teriak saya pede dengan beginian.
Salam
DhaVe
Bus Ijo patas, 9 Januari 2009, 15:00
hahaha aku beda lagi mas. . .beberapa orang merasa tertipu dengan mukaku yang kata mereka kalem. Bahkan ada yang menggunjingkan saya setelah tau saya seperti ini adanya. Kalau seperti ini siapa yang menipu sebrnernya, orang muka karunia Tuhan udah kalem gini gimana lagi. . hehehe
keduwaxx….hehe
beruntunglah wong ndeso koyok aku ikih…
sepertinya penggambaran orang-orang yang tidak bisa menerima perbedaan, STW (SanTe Wae), sama ketika periode kamera digital muncul pada pertama kalinya, cemoohan pada yang memakai teknologi ini.. “Opo.. kamera digital Marai Bodho ae…”, sekarang?… semoga Teknologi dan Fashion bisa menjadikan kita “lebih” (dalam pengertian mempertinggi derajat berpikir dan kebijaksanaan kita) imho
semakin canggih kan semakin enak ya,mas?hehehdiambil positipna ajalah..
life style….mau senyentrik/serapi apapun kalau ga pede ya sia2 jatuhnya norak juga 😀
@gapai; yah diterima apa adanya sajah…@jarod;sama donk..aku juga ndeso… dusun lagi hihihi….@alex;semoga bisa lebih bijak..makasih Cak..@cent;tentunya begitu..yups plus dan plus…@lala;yah asal gak keseret arus sajah kan mBak…
Nikmati sadjah.. Kuping ada dua, satu buat ndengar musik, satu buat dengar musik juga.. Pasang headsetnya.!
@add; betul kang Mas Frans… edan po dirungokke…. mbudeg wae yoh… macem-macem tungkaaaaaaaaak!!!
ati2 tungkak juga ada dua..
@add;86 gan hahaha 😀
Hahaha.. hidup noraakk..!Mat hari minggu Dhave…
@agnes; yuhuuu… met hari minggu juga… lagi nyemir sepatu…
Weladalah…arep nungkak sopo? hahaha…
@agnes;meh nungkak pedal sepeda gunung..mBak. timbang nyemir rambut kok dikira londo gosong… wes ayo gegenjotan… langit baru bumi baru *pitarea*
Wokeeeeeee…. lanjutkaan..!! GBU,
@agnes; yohuuu… helm, kendi plastik, kacamata riben, kaos TNF, sepatu jenggel eh jungle, kamera… goweeeeesssss ngosh…ngoshhh…ngossshh…. btw iseh sarungan… ganti katok ndisik hahahaha 😀
Okelah kalo begituu…biarkan sajaa…namanya juga manusia dengan berbagai pola pikir dan sudut pandang serta pengalaman yang berbeda-beda. Gitu aja kok repot. Hwehehehe…
@alam; setuju Nduk… biarkan saja.. 😀
mengutip kata2 taon 80anCUEX IS THE BEST…hehhehehee… every man is entitled to say what they want to say…. but..every man is also entitled to hear what he wants to hear….wuehhehehehehhehee..
Deal wit mBak DyaN…..