Daftar Belanja Kenakalan dari Kami

apuse kokondao… yarabe sorendo reri
wulenso bani nema baki pase
Sedikit cuplikan lagu dari Tanah Papua yang cukup terkenal, tetapi lagu tersebut diplesetkan menjadi.
ngapusi wong tuane… spp di embat wae
go sangu munggah gunung mbe kancane

Sebuah kisah nakal yang dialami oleh kami kelompok siswa yang tergabung dalam organisasi alam bebas , kalau di Universitas disebut Mapala. Kami yang tergabung merupakan siswa-siswa yang hobi kegiatan alam bebas, dan kebetulan memiliki garis nasib yang sama (kemiskinan, orang desa dan nakal). Kenakalan adalah hal yang kami anggap sebagai sebuah tantangan dan pelajaran hidup yang harus dilewati untuk mencari sebuah karakter.

Ngembat SPP hanya untuk naik gunung pernah kami lakukan, walau hanya Rp 12.500,00 bukanlah uang yang sedikit bagi kami. Uang SPP yang kami embat tersebut buat modal naik gunung, sebab hari itu kami ditawari untuk jadi gaet para bule. Dengan modal duit SPP kami berangkat naik gunung jadi gaet, sambil belajar bahasa inggris monyet, dan dapat uang tentunya. Saat turun kami diberi amplop satu-satu dan saat dibuka, Rp 50.000,00 gambar pak Harto mesem. Maka cukup untuk SPP 2 bulan kedepan dan sebuah sandal gunung.

Di skors 3 hari menjadi langganan tiap 18 agustus, karena tepat tanggal 17 agustus tidak mengikuti upacara bendera di sekolahan, tetapi mengikuti pendakian Proklamasi. Tidak ada guratan penyesalan diwajah kami, yang ada adalah suka cita, sebab masa hukuman yang 3 hari digunakan untuk naik gunung lagi, sebab apabila dirumah bisa digantung orang tua kami.

Uang saku adalah barang istimewa bagi kami, maka untuk jajan siang sulit rasanya untuk di laksanakan. Sekedar mengganjal perut disiang bolong, ilmu “survival” (bertahan hidup disekolahan) kami lakukan. Dengan modal “karbit” dari Pak Dhe yang tukang las, kami beroprasi dikebun milik sekolahan. Begitu terlihat pisang sudah tua, pisau lipat dikeluarkan dan “kres…kres” bak Rambo memotong leher musuhnya, kami memutulasi tandang pisang lalu masukan dalam karung dan ditaburi karbit. Tindak kriminal ini biasa kami lakukan sore setelah pulang sekolah, dimana penjaga sekolah sudah pulang (sebab hasil kekayaan kebun diklaim oleh penjaga, padahal kami sudah bayar SPP). Base camp (ruang eskul) menjadi lumbung rahasia kami, beraneka macam buah hasil kebun sekolahan ada semua; pisang, belimbing, tembakau, pepaya, nangka, rambutan dan mangga. Luar biasa kami saat itu, bahkan dengan barang colongan dari sekolah kami bisa berbagi dengan teman-teman lainya (pemertaan dosa).

Keahlian tali temali dan panjat tebing tidak kalah seru kami lakukan. Menjelang panen raya Buah rambutan dan Apel hijau (Caimito) yang pohonya segede 5 tiang listrik, sebab ditanam saat jaman Belanda masih berkuasa. Dengan dalih latihan Panjat tebing dengan SRT (single rope technic) kami berulang kali naik turun pohon sambil terus di awasi Pak Kepala sekolah dan guru pembina. Nah saat kedua malaikat penjaga tersebut pulang, beberapa tas ransel kami katrol ke atas dan perampokan dimulai. Panen raya rambutan dan apel ijo dilakukan, dengan pengamanan supertinggi kami dengan leluasa panen buah. Mungkin baru kali ini panen dengan tali carmantel, seat harnes, dan pengaman. Buah yang kami ambil hanya dibagian ujung agar tidak ketahuan pihal sekolah, daripada urusannya bisa runyam nantinya.

Setiap hari jum’at agenda rutin kami adalah berenang, selain olah raga, belajar SAR air, juga untuk ajang cari jodoh hehehe…. (dapet juga akhirnya, walau akhirnya tenggelam dan kandas juga). Pernah suatu kali saat mau masuk di pintu kolam renang, dan tanpa sengaja bersenggolan dengan anak STM. Darah muda yang mengalir dan cepat mendidih membuat perkelahian tak dihindarkan. Sebelum perang tanding, ada perjanjian apapun yang terjadi langsung selesai saat itu juga dan tidak berbuntut panjang. Perkelahian tangan kosong dimulai, Carabiner (cincin kait) melingkar manis disela jemari dan empuk banget saat menghantam muka dan perut. Tidak sia-sia, latihan Karate tiap senin dan kamis di komplek militer (bergabung dengan anggota TNI) hanya untuk anak STM, biasanya lawan tanding kami bapak-bapak Tantama dan Bintara. Menang telak dan saling bersalaman alan petinju, dan selesai sudah mahabarata siang itu dan acara berenang dilanjutkan.

Kenakalan kami bukan tanpa konsekwensi dan harus kami tebus mahal, tetapi dari setiap kenakalan tersebut banyak pelajaran berharga yang tidak dapat dari bangku kelas kami dapatkan. Akhir tahun kelas 3, “masak SMA 1 gak lulus?”, kami pun berpisah dengan study kami masing-masing dan setiap agustus minggu terakhir kami temu kangen di sebuah lereng gunung.

Woi kalian; Agung, Lilik, Hasan, Arnika, Joko terimakasih buat semuanya….

Salam

DhaVe
Tol Krapyak; 27 Oktober 2009; 07:30