Pagi menjelang, suasana khas desa begitu terasa; hawa dingin menusuk, kicauan burung merdu sekali, sapuan embun pagi menyejukan hati. Perlahan mentari beranjak naik dan menghangatkan suasana. Desa yang seolah tertidur mulai bergeliat menampakan pekerja-pekerja rajin yang keladang.
Pagi itu berencana mengikuti langkah seorang sahabat yang akan memulai tahapan petualangannya. Saat saya masih dibalik selimut tebalnya, terlihat sahabat sudah sibuk dengan kunci L untuk merakit sepeda. Seperti tanpa buku petunjuk semua rangkaian sepeda gunung yang sudah dimutilasi disusun satu persatu. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk merakit sebuah sepedan dan settingan gigi-giginya.
Daypack, tripod, kamera, helm dan botol air sudah ditempatnya masing-masing. Sekilas melirik sebuah peta topografi dan terlihat tangan sedang melukis jarak tempuh tujuan perjalanannya. Manggut-mangkut seolah mengeri dengan resiko skala 1: 25000, berarti setiap 4cm menempuh jarak 1km.
“ayo bangun…kita hunting kemadu*…”
Lompat dari tempat tidur dan langsung mengikuti kemana putaran roda sepeda.
Jalan aspalan kampung dilibas menembus kabut pagi hari, kemudian berbelok menuju jalan makadam dan setapak. Naik turun bukit, keluar masuk kampung, saling tegur sapa dengan penduduk yang sedang asyik berkebun atau sekedar mencari rumput. Bau asap dari perapian dapur nampak khas sekali dan kontras dengan asap dari perkotaan. Asap yang seolah mengisi energi untuk terus mengayuh keledai besi ini. Saat tanjakan terakhir, terlihat kakinya sudah mulai bergetar, nafas tidak teratur maka diputuskan untuk menuntuk keledainya.
Tanjakan terakhir berhenti disebuah turunan yang sebelah kanannya sungai dan ada sebuah jembatan kecil sebagai penghubung.
“yachhh sampai, ini dia kemadu dan tidak terasa sudah 7km” begitu giranng mendapatkan buruannya.
Kamera segera dikeluarkan dan didokumentasikan tanpa berani menyentuh itu dahan. Seolah rasialis dan begitu takut untuk menyentuh, tetapi penasaran 5 tahun yang lalu ingin dikenangnya kembali. Kelingking tangan kiri coba diusapkan dihalusnya bulu-bulu daun kemadi, tak berapa saat terlihat gigi-giginya terlihat merapat seolah menahan geli, ternyata gatalnya luar biasa.
Debu menjadi obatnya, sambil dioleskan ditanah yang mengering dan bergegas untuk segera pulang. Perjalanan pulang terasa lebih jauh, tetapi dilihat dari topografi jaraknya sama saja. Sampai rumah sudah disambut Boly, anjing mungilnya.
*Kemadu (LAPORTEA SINUATA) adalah sejenis tanaman perdu yang banyak ditemukan didaerah tropis. Kemadu termasuk dalam famili URTICACEAE dan berkerabat dekat dengan Jelatang (GIRARDINA PALMATA). Tanaman penyengat menjadi julukannya, karena dibulu-bulu halusnya terdapat racun yang salah satunya adalah asam formiat (formic acid). Sensasi rasa yang ditimbulkan gatal, perih, panas dan menyengat, tanpa penanganan medis akan hilang setelah 2 minggu. Menurut penduduk sekitar, cara paling efektif saat terkena Kemadu dengan menggosokan dengan tanah kering gembur dan jangan dicuci. Dibalik sadisnya tanaman ini tentu ada rahasia tersembunyi dibalik racunnya yang luar biasa. Tuhan menciptakan pasti ada tujuannya.
Foto menyusul…
Semoga memberi inspirasi, tak selamanya bulu halus dan lembut itu nikmat… selamat menikmati KEMADU…
Salam
DhaVe
Getasan, 18 September 2009; 10:40
mang iya kl dach tahu harus hati2 ama yang berbulu halusjgn cm bayangin nikmatnya tooxcilakanya tuucch belakanganhahhahahahhahaha
@lave; akuh nyoba ntuh… sungguh luar biadab gatelnya.. ampun dah… lebih baik jangan dekatin dia hehehe… ampoon…
mau selingkuh dach ketahuan dulu atuuucch honeyhahhahahahahhaha
Getasan ?koyoke tau mrono
@lave; hehe..jadi malu…@arief;yups dari Salatiga 9km arah Kopeng… ndesaku…
Hehehe.. Iya emang, yg halus tak selalu nikmat.Pernah ngincip guatelllnya juga.. =))
@angelinelex; hehe.. sudah membuktikan dan terbukti.. gatelnya luar biadab…. 😀
hehehhee…nice posting! thank you!…mungkin ajah kemadu punya bulu2 alus di sekujur badan daunnnya karena daunnya mengandung nutrisi yang baik.. biar ga dicolongin ama kewan…. beberapa tanaman sifatnya begitu…. agak2 egois ga mau bagi2 rejeki…. hehhehee…
@harataya; matursuwun mbak…Tadi sempat ngobrol sama penduduk setempat, katanya daun muda kemadu bisa dijadikan obat… entah obat apa kurang begitu jelas, kemudian dari beberapa literatur mengatakan banyak kandungan nutrisi dan vitamin. Yang menariknya kemadu atau jelatang digunakan untuk menggateli kelamin kelinci jantan pada masa birahi, sehingga lebih greng… untuk melibas selir-selirnya (kata penduduk seperti itu).Sapa tau bisa dijadikan kuliner, pecel kemadu atau lalapan kemadu, untuk kosmeti, ya bedak, lulur kemadu hehehe…nglantur terus malahan….
hehehhee…liat ajah kewan disitu..ada yang makan kemadu ga? kalo ada, berarti ada kemungkinan daun kemadu memang bisa dimakan….
@haratany; oh iya lupa nulis…banyak ditemukan semut dirumpun buahnya, kayaknya ada gula ada semut “manis kali buahnya”, trus beberapa daun berlobang, kayaknya ada ulatnya ntuh, tiap haru makan kemadu bisa kaya apa gatelnya?. Burung-burung kecil juga banyak yang bertengger, dan aman-aman saja. Kayaknya “manusia” saja yang dilarang menjamah, kecuali “tidak tahu”.
mungkin kalo bisa dimakan, dibutuhkan pengolahan yang baik buat ngilangin racun pada daun kemadu…hehhehee… jengkol ajah kan beracun…tapi masih bisa dimakan…khkhkhkhss…. (racun halitosis! wuehehhe!!!)…. kalo semut yang ngerubungi mungkin bukan karena manis aja.. biasanya semut doyan ama yang bau..kayak bangke…
@harata; bener juga ya Mbak… mungkin bisa di oseng-oseng kemadu “rasa penasaran”, ya gak taulah.. masih misteri… sapa tau bisa ya hehehe…Semut, saya kira bener juga… kok… setuju saya…
hehehhehee…. oseng2 rasa sayangsayange…. khkhkhss… kita coba masukkan saja ke kuliner ekstrim…. bwuehehehhehehee…… tantangan makan kemadu…yang berhasil dapat tanah kering satu gerobak…
@harataya; setuju mbak Dyan… buat fear factor sajah… biar ususe bodhol..gatelen…
Aku penasaran sama yg namanya kemayu eh kamadu deng hehehehhehetunggu fotonya aja deh
@lala; sabar ya… didesaku gak ada internet… sabar ntar kalo dah turun gunung wehehehe..
pengalaman tentang tanaman ini :mbiyen pas isih SD kelas 5, isih seneng gelut, mungsuhku tak sabet mbek tanduran iki, aku malah diparani mbe wong tuwane kon ngobatke…walah, jan sial tenan e…hehehe
@ndipe; ealah cak… untung gur kan nambake… coba genti disabet.. apa gak ciloko hehehe… asyikk.. asyiik…matursuwun berbagi kemadu…
oalahh, iki ta kemadu. nek arek-arek ngarani iki “jancuk-an”, hehehe…dipilih gampange, soale nek wis kesenggol mesti misuh-misuh.”jiancok…”!!sipp!
@nakamura; owwhhh… wis pernah njajal ya hehehe…Makasih Mas….