Belajar Alkitab bersama K H Zainudin MZ

Teringat 10 tahun yang lali saat duduk dibangku SMA, ketika saya harus bangun pagi pukul 04:30. Kebiasaan turun temurun adalah, begitu bangun pagi langsung berdoa dan saat teduh. Saat teduh dilakukan dengan panduan buku renungan harian dan alkitab, tetapi anehnya sambil mendengarkan radio. Aneh memang sodara-sodara melihat prilaku saya, setelah saat teduh mendengarkan dakwah dari K H Zainudin MZ.

Radio Gajah Mada FM, setiap pagi selalu memutar rekaman dakwah dari Dai kondang tersebut, sampai diputar berulang kali dan beberapa saya sampai hafal betul jalan dakwahnya. Ada yang beranggapan aneh, mengapa selesai baca Alkitab saya melanjutkan mendengarkan dakwah dari kepercayaan sebelah.

“memang ada yang salah, kalau ada tolong tunjukan sekaligus perlihatkan dan tuntun ke jalan yang benar!!!” pembelaan saya dan semua dian tidak ada yang menjawab. Sekarang bukan saatnya berfanatik terhadap agamaku yang paling baik, nomer satu, yang lain mah lewat. Saya berpikiran, apa pesan tentang kebaikan dan kebajikan yang disampaikan melalui dakwah K H Zainudin MZ lebih mudah saya cerna dan pahami daripada di gereja, dimana pendeta selalu berpidato dengan model teks, persis seperti Ir Soekarno membaca teks proklamasi. Pernah saya menyeltuk “wah kasih potokopian saja, ntar baca dirumah Pak…!!”, karena tidak ada bedanya saya mendengarkan pidato kenegaraan.

Seorang Pendeta, Kyai, Dai atau pemuka agama lainnya, bukan berapa hebat dia bicara dengan selalu menguti ayat-ayat suci, tetapi bagaimana dia menyuapi jemaatnya dengan sesuatu yang lebih mudah dicerna, dimengerti dan bisa dilaksanakan serta sesuai dengan apa yang digariskan dalam kitab suci.

Agama mengajarkan untuk kebaikan dan kebajikan, bukan untuk hafal dengan isi kitab suci. Ada sebuah penggalan dalam kitab suci, “iman tanpa perbuatan adalah mati”, jadi percumah punya iman segede gunung tetapi nol dalam perbuatan. Saya beranggapan tentang semua ajaran agama itu baik dan menuju kebaikan pula, tidak peduli apa itu embel6embelnya.

Fanatisme agama coba saya buang dengan cara ekstreem, acapakali mendengar dakwah, mendengarkan sholawatan, membaca dharma, sampai orang bilang “dasar wong gemblung”. Saya memiliki iman dan kepercayaan saya sendiri, itu urusan saya dengan Tuhan. Tetapi tindakan dan perbuatan itu yang menjadi masalah, karena saya tidak hidup sendiri, itu yang menjadi alasan saya.

Nah sampai saat ini, dai Kondang dengan jargon “bethuul…” acapkali menjadi inspirasi dalam bersosialisasi, mengerti dan memahami ajaran tetangga sebelah sehingga tidak terkurung dalam dunia fanatisme. Di bulan ramadhan ini, toh tidak ada salahnya saya ikut berbahagia dan merayakannya (lha dapat THR juga lho…semoga natal dapat juga), Cara penyampaian yang sederhana dan mudah dimengerti… sungguh Tuhan telah mengaruniakan talenta yang besar buat sang Kyai, semoga dalam setiap dakwahnya selalu memberikan pencerahan bagi semua.

Mohon maaf bagi yang kurang berkenan.

Salam

DhaVe

Emperan Gereja, minggu 23 Agustus 2009< 10:10
(ayo pak… kotbahnya lama bangettt….!!!)